KELOMPOK :
Dwigita Verasari : 10507058
Faradesy Septiani : 10507084
Intan Siswarini : 10507125
Najah Efendy : 10507167
Yayuk Tri Handayani : 10507257
kelas : 3pa05
TEORI KEPEMIMPINAN VROOM & YETTON, FIEDLER, PATH GOAL THEORY
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Mitos-mitos Pemimpin
Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
1. mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya,
2. juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih balk dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
3. tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
4. aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
5. walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut tertentu pula.
TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI KONTINGENSI
Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut.
Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada produksi.
Teori Kontingensi (Contigensy Theory)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
TEORI KEPEMIMPINAN KONTEMPORER
Teori Atribut Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang yaitu:
1. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference), yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi yang kaya.
2. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamatan).
3. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly & Micella, 1980 yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.
The Path-Goal Theory of Leadership yang dikembangkan untuk menggambarkan cara para pemimpin yang mendorong dan mendukung para pengikut mereka dalam mencapai tujuan mereka telah ditetapkan dengan membuat jalan yang mereka harus jelas dan mudah.
In particular, leaders: Secara khusus, para pemimpin:
• Clarify the path so subordinates know which way to go. Memperjelas jalan jadi bawahan tahu jalan mana yang harus pergi.
• Remove roadblocks that are stopping them going there. Hapus hambatan yang menghentikan mereka pergi ke sana.
• Increasing the rewards along the route. Meningkatkan penghargaan di sepanjang rute.
Leaders can take a strong or limited approach in these. Pemimpin dapat mengambil pendekatan yang kuat atau terbatas pada ini. In clarifying the path, they may be directive or give vague hints. Dalam menjelaskan jalan, mereka mungkin direktif atau memberikan petunjuk samar. In removing roadblocks, they may scour the path or help the follower move the bigger blocks. Dalam memindahkan penghalang jalan, mereka dapat menjelajahi jalur atau membantu memindahkan pengikut blok yang lebih besar. In increasing rewards, they may give occasional encouragement or pave the way with gold. Dalam meningkatkan penghargaan, mereka dapat memberikan dorongan atau kadang-kadang membuka jalan dengan emas.
This variation in approach will depend on the situation, including the follower's capability and motivation, as well as the difficulty of the job and other contextual factors. Variasi dalam pendekatan ini akan tergantung pada situasi, termasuk pengikut kemampuan dan motivasi, serta kesulitan dari pekerjaan dan faktor-faktor kontekstual lainnya.
House and Mitchell (1974) describe four styles of leadership: Rumah dan Mitchell (1974) menggambarkan empat gaya kepemimpinan:
Supportive leadership Mendukung kepemimpinan
Considering the needs of the follower, showing concern for their welfare and creating a friendly working environment. Mengingat kebutuhan pengikut, menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan lingkungan kerja yang bersahabat. This includes increasing the follower's self-esteem and making the job more interesting. Ini termasuk pengikut meningkatkan harga diri dan membuat pekerjaan lebih menarik. This approach is best when the work is stressful, boring or hazardous. Pendekatan ini adalah yang terbaik ketika pekerjaan stres, membosankan atau berbahaya.
Directive leadership Kepemimpinan direktif
Telling followers what needs to be done and giving appropriate guidance along the way. Mengatakan pengikut apa yang perlu dilakukan dan memberi bimbingan yang tepat di sepanjang jalan. This includes giving them schedules of specific work to be done at specific times. Hal ini termasuk memberi mereka jadwal kerja spesifik yang harus dilakukan pada waktu tertentu. Rewards may also be increased as needed and role ambiguity decreased (by telling them what they should be doing). Hadiah mungkin juga akan meningkat sesuai dengan kebutuhan dan ambiguitas peran menurun (dengan mengatakan kepada mereka apa yang mereka harus lakukan).
This may be used when the task is unstructured and complex and the follower is inexperienced. Ini dapat digunakan jika tugas yang tidak terstruktur dan kompleks dan pengikut tidak berpengalaman. This increases the follower's sense of security and control and hence is appropriate to the situation. Hal ini akan meningkatkan rasa pengikut keamanan dan kontrol dan karenanya sesuai dengan situasi.
Participative leadership Kepemimpinan partisipatif
Consulting with followers and taking their ideas into account when making decisions and taking particular actions. Konsultasi dengan pengikut dan mengambil ide-ide mereka ke account user ketika membuat keputusan dan mengambil tindakan tertentu. This approach is best when the followers are expert and their advice is both needed and they expect to be able to give it. Pendekatan ini yang terbaik adalah ketika para pengikut ahli dan saran mereka adalah baik diperlukan dan mereka berharap untuk dapat memberikannya.
Achievement-oriented leadership Kepemimpinan berorientasi prestasi
Setting challenging goals, both in work and in self-improvement (and often together). Menetapkan tujuan yang menantang, baik dalam pekerjaan dan dalam perbaikan diri (dan sering bersama-sama). High standards are demonstrated and expected. Standar yang tinggi ditunjukkan dan diharapkan. The leader shows faith in the capabilities of the follower to succeed. Pemimpin menunjukkan kepercayaan pada pengikut kemampuan untuk berhasil. This approach is best when the task is complex. Pendekatan ini adalah yang terbaik ketika tugas kompleks.
Asumsi
Decision acceptance increases commitment and effectiveness of action. Penerimaan keputusan meningkatkan efektivitas komitmen dan tindakan.
Participation increases decision acceptance. Partisipasi keputusan meningkatkan penerimaan.
Description Deskripsi
Decision quality is the selection of the best alternative, and is particularly important when there are many alternatives. Kualitas keputusan pemilihan alternatif terbaik, dan adalah sangat penting apabila ada banyak alternatif. It is also important when there are serious implications for selecting (or failing to select) the best alternative. Hal ini juga penting ketika ada implikasi serius untuk memilih (atau gagal untuk memilih) alternatif yang terbaik.
Decision acceptance is the degree to which a follower accepts a decision made by a leader. Keputusan penerimaan adalah sejauh mana seorang pengikut menerima keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin. Leaders focus more on decision acceptance when decision quality is more important. Pemimpin lebih berfokus pada keputusan penerimaan ketika kualitas keputusan lebih penting.
Vroom and Yetton defined five different decision procedures. Vroom dan Yetton ditetapkan lima prosedur keputusan yang berbeda. Two are autocratic (A1 and A2), two are consultative (C1 and C2) and one is Group based (G2). Dua adalah otokratis (A1 dan A2), sedangkan dua konsultatif (C1 dan C2) dan satu adalah Group yang berbasis (G2).
A1: Leader takes known information and then decides alone. A1: Pemimpin mengambil informasi dikenal dan kemudian memutuskan sendirian.
A2: Leader gets information from followers, and then decides alone. A2: Pemimpin memperoleh informasi dari pengikutnya, dan kemudian memutuskan sendirian.
C1: Leader shares problem with followers individually, listens to ideas and then decides alone. C1: Pemimpin masalah dengan pengikut saham secara individual, mendengarkan ide-ide dan kemudian memutuskan sendirian.
C2: Leader shares problems with followers as a group, listens to ideas and then decides alone. C2: Pemimpin masalah saham dengan pengikutnya sebagai kelompok, mendengarkan ide-ide dan kemudian memutuskan sendirian.
G2: Leader shares problems with followers as a group and then seeks and accepts consensus agreement. G2: Pemimpin masalah saham dengan pengikut sebagai kelompok dan kemudian mencari dan menerima persetujuan konsensus.
Situational factors that influence the method are relatively logical: Situasional faktor-faktor yang mempengaruhi metode relatif logis:
• When decision quality is important and followers possess useful information, then A1 and A2 are not the best method. Ketika kualitas keputusan penting dan pengikut memiliki informasi yang berguna, kemudian A1 dan A2 bukanlah metode terbaik.
• When the leader sees decision quality as important but followers do not, then G2 is inappropriate. Ketika pemimpin melihat kualitas keputusan penting tapi pengikut tidak, maka G2 adalah tidak pantas.
• When decision quality is important, when the problem is unstructured and the leader lacks information / skill to make the decision alone, then G2 is best. Ketika kualitas keputusan penting, setelah masalah ini tidak terstruktur dan pemimpin tidak memiliki informasi / keterampilan untuk membuat keputusan sendiri, maka G2 adalah yang terbaik.
• When decision acceptance is important and followers are unlikely to accept an autocratic decision, then A1 and A2 are inappropriate. Ketika keputusan penerimaan adalah penting dan pengikut tidak mungkin untuk menerima keputusan otokratis, kemudian A1 dan A2 tidak sesuai.
• when decision acceptance is important but followers are likely to disagree with one another, then A1, A2 and C1 are not appropriate, because they do not give opportunity for differences to be resolved. saat keputusan penerimaan adalah penting namun pengikut cenderung tidak setuju dengan satu sama lain, kemudian A1, A2 dan C1 yang tidak sesuai, karena mereka tidak memberikan peluang bagi perbedaan untuk diselesaikan.
• When decision quality is not important but decision acceptance is critical, then G2 is the best method. Ketika kualitas keputusan tidak penting, tetapi keputusan penerimaan adalah penting, maka G2 adalah metode terbaik.
• When decision quality is important, all agree with this, and the decision is not likely to result from an autocratic decision then G2 is best. Ketika kualitas keputusan penting, semua setuju dengan ini, dan keputusan ini tidak mungkin hasil dari keputusan yang otokratis kemudian G2 adalah yang terbaik.
Discussion Diskusi
Vroom and Yetton (1973) took the earlier generalized situational theories that noted how situational factors cause almost unpredictable leader behavior and reduced this to a more limited set of behaviors. Vroom dan Yetton (1973) mengambil teori-teori situasional umum sebelumnya yang mencatat bagaimana faktor-faktor situasional menyebabkan hampir tak terduga perilaku pemimpin dan mengurangi ini untuk yang lebih terbatas perilaku.
The 'normative' aspect of the model is that it was defined more by rational logic than by long observation. The 'normatif' aspek dari model ini adalah bahwa hal itu didefinisikan lebih oleh logika rasional daripada pengamatan panjang.
The model is most likely to work when there is clear and accessible opinions about the decision quality importance and decision acceptance factors. Model yang paling mungkin untuk bekerja ketika ada yang jelas dan dapat diakses pendapat tentang kualitas keputusan keputusan penting dan faktor-faktor penerimaan. However these are not always known with any significant confidence. Namun ini tidak selalu dikenal dengan kepercayaan diri yang signifikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar