Kamis, 19 November 2009

JOB ENRICHMENT

JOB ENRICHMENT
Contoh dari Job Range adalah Pembantu rumah tangga. Job range nya adalah, selain ia menjadi seorang yang membantu dalam urusan rumah, ia juga bisa membantu mengurusi anak bayi atau mengurusi anak kecil. Selain itu pembantu rumah tangga dapat membantu ibu-ibu dalam mengurusi anak-anak mereka yang masih umur dibawah 5 tahun yang ibu-ibu nya bekerja sebagai wanita karir yang sangat sibuk, sehingga majikannya yang menjadi wanita karir itu dapat terbantu oleh pembantu rumah tangga.
Contoh dari Job Depth adalah Tentara. Job Depth nya dalah Angkatan udara, Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Misalnya dalam menjaga pertahanan Negara Republik Indonesia di darat. Yang bertanggung jawab menjaga wilayah darat adalah Angkatan Darat. Sedangkan kalau di wilayah udara maupun laut yang bertanggung jawab adalah angkatan udara dan angkatan laut.

Motivasi (Teori Maslow)

Motivasi
Contoh dari Motivasi menurut teori kebutuhan Maslow yaitu seorang Hansip yang bertugas didaerah rumah saya. Selain dia menjadi seorang Hansip, dia juga bertugas mengangkut sampah di lingkungan rumah saya. Kalau setiap malam dia bertugas menjadi seorang satpam, menjaga keamanan didaerah rumah saya hingga pagi-pagi buta menjelang. Disaat pagi hari menjelang, dia bekerja mengangkut sampah di setiap rumah-rumah warga didaerah rumah saya. Dia mendapat Reward yaitu uang pesangonnya menjadi bertambah. Yang semula ia hanya mendapatkan pesangon dari menjaga keamanan setiap malam, dengan ia bekerja mengangkuti sampah, ia mendapatkan pesangon lebih. Meskipun dia juga mendapatkan punishment, yaitu jam kerjanya menjadi bertambah sehingga waktu untuk keluarganya sedikit jadi dia mengorbankan kepentingan dia sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan dirinya agar bisa terpenuhi setiap harinya.


Teori menurut Maslow
Kebutuhan Berkembang (Metaneed)
Self actualization needs (Metaneed) adalah kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri dan pengembangan diri.

Minggu, 08 November 2009

teori motivasi, drive reinforcement, dan teori harapan

KELOMPOK :

Dwigita Verasari : 10507058
Faradesy Septiani : 10507084
Intan Siswarini : 10507125
Najah Efendy : 10507167
Yayuk Tri Handayani : 10507257

kelas :3pa05

TEORI MOTIVASI, TEORI DRIVE REINFOCEMENT, DAN TEORI HARAPAN
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia., dan merupakan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Seorang karyawan mungkin menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan baik, mungkin pula tidak. Maka dari itu hal tersebut merupakan salah satu tugas dari seorang pimpinan untuk bias memberikan motivasi (dorongan0kepada bawahannya agar bias bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan.
Content Theory
Content theory berkaitan dengan beberapa nama seperti Maslow, Mc, Gregor, Herzberg, Atkinson dan McCelland.
1. Teori Hierarki Kebutuhan, menurut maslow didalam diri setiap manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu:
- faali (fisiologis)
- Keamanan, keselamatan dan perlindungan
- Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
- Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
- Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut maslow, pimpinan perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
2. Teori X dan Y , teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negative (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan yang lain positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
3. Teori Motivasi – Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor motvator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
4. Teori kebutuhan McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)
5. Teori Harapan – Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
6. Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi
7. Reinforcement theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi

1. Model Tradisional, alat motivasi ini didasarkan atas anggapan bahwa para pekerja sebenarnya adalah pemalas dan bisa didorong hanya dengan imbalan keuangan.
2. Model sumber Daya Manusia, para ahli berpendapat bahwa para karyawan sebenernya mempunyai motivasi yang sangat beranweka ragam, bukan hanya motivasi karen auang ataupun keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan emmpunyai artidalam bekerja. Mereka berpendpat bahwa sebagian besar individu sudah mempunyai dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dan tidak selalu para karyawan memandang pekerjaan sebagai sesuatu hal yang tidak menyenagkan.

Jenis-jenis Motivasi
Motivasi positif dan motivasi negatif, motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.
Bukti yang paling dasar terhadap keberhasilan suatu bentuk motivasi adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan.




Contoh teori :
a) Motivasi
Memberikan reward bila seseorang melakukan tugasnya dengan baik dan benar agar lebih bersemangat lagi dalam mengerjakan pekerjaannya dan bertanggung jawab . sedangkan punishment di berikan saat seseorang melakukan kesalahan agar ia sadar akan kesalahannya supaya kelak tidak melakukan kesalahan yang sama lagi .

b) Teori drive reinforcement di lihat dengan tidak adanya kita melihat subyek atu pelaku .

c) Teori harapan, kiata melihat subjeknya dan harapan kedepannya seperti apa . misalnya dalam suatu perusahaan keluarga pasti kita menginginkan adanya penerus yaitu si anak dari pemilik perusahaan tersebut .

teori kepemimpinan vroom&yetton fiedler, dan path goal theory

KELOMPOK :
Dwigita Verasari : 10507058
Faradesy Septiani : 10507084
Intan Siswarini : 10507125
Najah Efendy : 10507167
Yayuk Tri Handayani : 10507257

kelas : 3pa05

TEORI KEPEMIMPINAN VROOM & YETTON, FIEDLER, PATH GOAL THEORY

Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Mitos-mitos Pemimpin
Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
1. mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya,
2. juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih balk dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
3. tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
4. aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
5. walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut tertentu pula.

TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI KONTINGENSI
Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut.
Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada produksi.

Teori Kontingensi (Contigensy Theory)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.



TEORI KEPEMIMPINAN KONTEMPORER
Teori Atribut Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang yaitu:
1. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference), yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi yang kaya.
2. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamatan).
3. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly & Micella, 1980 yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.

The Path-Goal Theory of Leadership yang dikembangkan untuk menggambarkan cara para pemimpin yang mendorong dan mendukung para pengikut mereka dalam mencapai tujuan mereka telah ditetapkan dengan membuat jalan yang mereka harus jelas dan mudah.
In particular, leaders: Secara khusus, para pemimpin:
• Clarify the path so subordinates know which way to go. Memperjelas jalan jadi bawahan tahu jalan mana yang harus pergi.
• Remove roadblocks that are stopping them going there. Hapus hambatan yang menghentikan mereka pergi ke sana.
• Increasing the rewards along the route. Meningkatkan penghargaan di sepanjang rute.

Leaders can take a strong or limited approach in these. Pemimpin dapat mengambil pendekatan yang kuat atau terbatas pada ini. In clarifying the path, they may be directive or give vague hints. Dalam menjelaskan jalan, mereka mungkin direktif atau memberikan petunjuk samar. In removing roadblocks, they may scour the path or help the follower move the bigger blocks. Dalam memindahkan penghalang jalan, mereka dapat menjelajahi jalur atau membantu memindahkan pengikut blok yang lebih besar. In increasing rewards, they may give occasional encouragement or pave the way with gold. Dalam meningkatkan penghargaan, mereka dapat memberikan dorongan atau kadang-kadang membuka jalan dengan emas.
This variation in approach will depend on the situation, including the follower's capability and motivation, as well as the difficulty of the job and other contextual factors. Variasi dalam pendekatan ini akan tergantung pada situasi, termasuk pengikut kemampuan dan motivasi, serta kesulitan dari pekerjaan dan faktor-faktor kontekstual lainnya.
House and Mitchell (1974) describe four styles of leadership: Rumah dan Mitchell (1974) menggambarkan empat gaya kepemimpinan:
Supportive leadership Mendukung kepemimpinan
Considering the needs of the follower, showing concern for their welfare and creating a friendly working environment. Mengingat kebutuhan pengikut, menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan lingkungan kerja yang bersahabat. This includes increasing the follower's self-esteem and making the job more interesting. Ini termasuk pengikut meningkatkan harga diri dan membuat pekerjaan lebih menarik. This approach is best when the work is stressful, boring or hazardous. Pendekatan ini adalah yang terbaik ketika pekerjaan stres, membosankan atau berbahaya.
Directive leadership Kepemimpinan direktif
Telling followers what needs to be done and giving appropriate guidance along the way. Mengatakan pengikut apa yang perlu dilakukan dan memberi bimbingan yang tepat di sepanjang jalan. This includes giving them schedules of specific work to be done at specific times. Hal ini termasuk memberi mereka jadwal kerja spesifik yang harus dilakukan pada waktu tertentu. Rewards may also be increased as needed and role ambiguity decreased (by telling them what they should be doing). Hadiah mungkin juga akan meningkat sesuai dengan kebutuhan dan ambiguitas peran menurun (dengan mengatakan kepada mereka apa yang mereka harus lakukan).
This may be used when the task is unstructured and complex and the follower is inexperienced. Ini dapat digunakan jika tugas yang tidak terstruktur dan kompleks dan pengikut tidak berpengalaman. This increases the follower's sense of security and control and hence is appropriate to the situation. Hal ini akan meningkatkan rasa pengikut keamanan dan kontrol dan karenanya sesuai dengan situasi.
Participative leadership Kepemimpinan partisipatif
Consulting with followers and taking their ideas into account when making decisions and taking particular actions. Konsultasi dengan pengikut dan mengambil ide-ide mereka ke account user ketika membuat keputusan dan mengambil tindakan tertentu. This approach is best when the followers are expert and their advice is both needed and they expect to be able to give it. Pendekatan ini yang terbaik adalah ketika para pengikut ahli dan saran mereka adalah baik diperlukan dan mereka berharap untuk dapat memberikannya.
Achievement-oriented leadership Kepemimpinan berorientasi prestasi
Setting challenging goals, both in work and in self-improvement (and often together). Menetapkan tujuan yang menantang, baik dalam pekerjaan dan dalam perbaikan diri (dan sering bersama-sama). High standards are demonstrated and expected. Standar yang tinggi ditunjukkan dan diharapkan. The leader shows faith in the capabilities of the follower to succeed. Pemimpin menunjukkan kepercayaan pada pengikut kemampuan untuk berhasil. This approach is best when the task is complex. Pendekatan ini adalah yang terbaik ketika tugas kompleks.
Asumsi
Decision acceptance increases commitment and effectiveness of action. Penerimaan keputusan meningkatkan efektivitas komitmen dan tindakan.

Participation increases decision acceptance. Partisipasi keputusan meningkatkan penerimaan.
Description Deskripsi
Decision quality is the selection of the best alternative, and is particularly important when there are many alternatives. Kualitas keputusan pemilihan alternatif terbaik, dan adalah sangat penting apabila ada banyak alternatif. It is also important when there are serious implications for selecting (or failing to select) the best alternative. Hal ini juga penting ketika ada implikasi serius untuk memilih (atau gagal untuk memilih) alternatif yang terbaik.
Decision acceptance is the degree to which a follower accepts a decision made by a leader. Keputusan penerimaan adalah sejauh mana seorang pengikut menerima keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin. Leaders focus more on decision acceptance when decision quality is more important. Pemimpin lebih berfokus pada keputusan penerimaan ketika kualitas keputusan lebih penting.
Vroom and Yetton defined five different decision procedures. Vroom dan Yetton ditetapkan lima prosedur keputusan yang berbeda. Two are autocratic (A1 and A2), two are consultative (C1 and C2) and one is Group based (G2). Dua adalah otokratis (A1 dan A2), sedangkan dua konsultatif (C1 dan C2) dan satu adalah Group yang berbasis (G2).
A1: Leader takes known information and then decides alone. A1: Pemimpin mengambil informasi dikenal dan kemudian memutuskan sendirian.
A2: Leader gets information from followers, and then decides alone. A2: Pemimpin memperoleh informasi dari pengikutnya, dan kemudian memutuskan sendirian.
C1: Leader shares problem with followers individually, listens to ideas and then decides alone. C1: Pemimpin masalah dengan pengikut saham secara individual, mendengarkan ide-ide dan kemudian memutuskan sendirian.
C2: Leader shares problems with followers as a group, listens to ideas and then decides alone. C2: Pemimpin masalah saham dengan pengikutnya sebagai kelompok, mendengarkan ide-ide dan kemudian memutuskan sendirian.
G2: Leader shares problems with followers as a group and then seeks and accepts consensus agreement. G2: Pemimpin masalah saham dengan pengikut sebagai kelompok dan kemudian mencari dan menerima persetujuan konsensus.
Situational factors that influence the method are relatively logical: Situasional faktor-faktor yang mempengaruhi metode relatif logis:
• When decision quality is important and followers possess useful information, then A1 and A2 are not the best method. Ketika kualitas keputusan penting dan pengikut memiliki informasi yang berguna, kemudian A1 dan A2 bukanlah metode terbaik.
• When the leader sees decision quality as important but followers do not, then G2 is inappropriate. Ketika pemimpin melihat kualitas keputusan penting tapi pengikut tidak, maka G2 adalah tidak pantas.
• When decision quality is important, when the problem is unstructured and the leader lacks information / skill to make the decision alone, then G2 is best. Ketika kualitas keputusan penting, setelah masalah ini tidak terstruktur dan pemimpin tidak memiliki informasi / keterampilan untuk membuat keputusan sendiri, maka G2 adalah yang terbaik.
• When decision acceptance is important and followers are unlikely to accept an autocratic decision, then A1 and A2 are inappropriate. Ketika keputusan penerimaan adalah penting dan pengikut tidak mungkin untuk menerima keputusan otokratis, kemudian A1 dan A2 tidak sesuai.
• when decision acceptance is important but followers are likely to disagree with one another, then A1, A2 and C1 are not appropriate, because they do not give opportunity for differences to be resolved. saat keputusan penerimaan adalah penting namun pengikut cenderung tidak setuju dengan satu sama lain, kemudian A1, A2 dan C1 yang tidak sesuai, karena mereka tidak memberikan peluang bagi perbedaan untuk diselesaikan.
• When decision quality is not important but decision acceptance is critical, then G2 is the best method. Ketika kualitas keputusan tidak penting, tetapi keputusan penerimaan adalah penting, maka G2 adalah metode terbaik.
• When decision quality is important, all agree with this, and the decision is not likely to result from an autocratic decision then G2 is best. Ketika kualitas keputusan penting, semua setuju dengan ini, dan keputusan ini tidak mungkin hasil dari keputusan yang otokratis kemudian G2 adalah yang terbaik.
Discussion Diskusi
Vroom and Yetton (1973) took the earlier generalized situational theories that noted how situational factors cause almost unpredictable leader behavior and reduced this to a more limited set of behaviors. Vroom dan Yetton (1973) mengambil teori-teori situasional umum sebelumnya yang mencatat bagaimana faktor-faktor situasional menyebabkan hampir tak terduga perilaku pemimpin dan mengurangi ini untuk yang lebih terbatas perilaku.
The 'normative' aspect of the model is that it was defined more by rational logic than by long observation. The 'normatif' aspek dari model ini adalah bahwa hal itu didefinisikan lebih oleh logika rasional daripada pengamatan panjang.
The model is most likely to work when there is clear and accessible opinions about the decision quality importance and decision acceptance factors. Model yang paling mungkin untuk bekerja ketika ada yang jelas dan dapat diakses pendapat tentang kualitas keputusan keputusan penting dan faktor-faktor penerimaan. However these are not always known with any significant confidence. Namun ini tidak selalu dikenal dengan kepercayaan diri yang signifikan.

teori x & y dan teori sistem 4

KELOMPOK :
Dwigita Verasari : 10507058
Faradesy Septiani : 10507084
Intan Siswarini : 10507125
Najah Efendy : 10507167
Yayuk Tri Handayani : 10507257

TEORI X & Y(Douglas McGregor) DAN TEORI SISTEM 4

Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.


B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Menurut McGregor organisasi tradicional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya hádala:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia hádala sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangka.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jira dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris: Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan memanfaatkan partisipasi yang positif.
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
1. Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2. Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada diatas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
3. Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
4. Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .
Teori empat sistem ini menarik karena dengan penekanan pada perencanaan dan pengendalian teori ini menjadi landasan baik untuk teori posisional dan teori hubungan antar pribadi.

Model Pengembangan Teori Empat Sistem


Kritik akan teori ini
• Pergerakan dari model teori ini membantu praktisi dan peneliti untuk lebih mengerti bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan pengakuan dan nilai-nilai sesuai dengan fungsinya dalam organisasi. Teori ini telah menyediakan alternatif pemikiran dalam menilai alam komunikasi pada organisasi, kedinamisan kelompok, dan kepemimpinan, juga telah menghasilkan panduan yang berguna dalam memperbaiki komunikasi antar pribadi dalam sebuah organisasi. Walaupun begitu pergerakan dalam model ini pada dasarnya mengambil dari contoh-contoh yang terlalu ekstrim dan terpatri dalam penilaian kasus-kasus yang sangat serius.
• Teori ini gagal dalam memperhitungkan akibat dari variabel yang bukan disebabkan oleh faktor manusia seperti elemen-elemen struktur organisasi dan fungsi.
• Sistem 4 berhasil baik pada kelompok-kelompok kecil dimana kepercayaan sebagai pengikat memajukan kelompok tersebut dalam hal kinerja dan kreatifitas, namun sulit diterapkan dalam kelompok yang besar karena tidak jelas batas pemegang kendalinya. Saat atasan memegang kendali, otomatis Sistem 4 bergeser menjadi Sistem 3 dan semakin kuat otoritas atasan semakin bergeser pula model komunikasi organisasi menuju ke arah Sistem 1.
• Pada bukunya Teori Komunikasi, Littlejohn mengungkapkan bahwa dalam penelitian yang lain Teori Empat Sistem tidak dapat diterapkan sepenuhnya karena faktanya adalah hanya sedikit pembuktian dapat disediakan dalam hubungan korelasi positif antara rasa moral yang tinggi (merasa dihargai) dengan produktifitas. Sebaliknya, dalam banyak kasus pada riset-riset yang telah dilakukan hubungan antar rasa moral yang tinggi dan produktifitas tidak ditemukan .
• Teori ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh psikologi yang mempelajari tentang manusia seperti: asumsi bahwa konflik yang terjadi minimal dan segala sesuatu yang membuat frustasi seorang karyawan akan menimbulkan kreatifitas dan pemahaman. Namun tidak memperhitungkan bahwa konflik yang terjadi secara alamiah sebenarnya bisa berdampak baik (positif).